Thursday, September 12, 2019

Penting Komunitas Bipolar bagi Penyandangnya

Tiap-tiap tanggal 30 Maret, dunia rayakan Hari Bipolar, satu hari yg diputuskan berdasar hari lahir Vincent van Gogh, satu orang pelukis yg wafat lantaran bunuh diri pada umur 37 tahun.

Dietrich Blumer dalam “The Illness of Vincent van Gogh” (2002, PDF) menuturkan van Gogh miliki kepribadian yg eksentrik serta situasi hati yg tidak konstan. Saat dua tahun sebelum kematiannya, pelukis ini miliki kehidupan yg fantastis. Dia alami dua episode stres yg reaktif, yg diketahui dengan nama bipolar.

Situsweb International Bipolar Foundation bercerita Hari Bipolar Sedunia dirayakan biar dunia sadar dapat masalah bipolar serta melenyapkan stigma sosial buat penyandangnya. Banyak perintis mengharapkan perayaan yg udah dijalankan sejak mulai 2014 ini bisa memberi edukasi terhadap penduduk serta menambah sensitivitas mereka pada penyakit ini. Simak juga: analisis SWOT diri sendiri

Apa Itu Bipolar?
Bipolar salah satunya penyakit mental yg disinyalir oleh pergantian situasi hati yg berlebihan. Diambil situs Healthline, banyak penyandang bipolar alami tiga tahap di hidupnya : situasi hati yg tinggi sekali (episode mania) , situasi hati normal, serta situasi hati yg begitu rendah (episode stres) . Karena itu, sering orang dengan bipolar (ODB) alami kesukaran dalam lakukan aktivitasnya.

Lihat juga : Masalah Bipolar : Stigma Berkepribadian Tidak baik sampai Pikiran Edan

Menurut National Alliance on Mental Illness (NAMI) , satu organisasi yg dibuat untuk memberi advokasi buat penyandang masalah mental di Amerika Serikat, ada tiga perihal yg bisa jadi yang memicu bipolar, ialah genetika, desakan, dan susunan serta manfaat otak. Artikel Terkait : teknik analisis data kualitatif

Diluar itu, ada empat model masalah bipolar. Ada masalah bipolar I, saat ODB alami satu atau lebih episode mania. Masalah bipolar II berlangsung saat ODB alami episode stres bolak-balik dengan episode hipomanik, serta tidak sempat alami episode mania “penuh”.

Ada juga cyclothymia, keadaan mood gawat yg tak konstan saat ODB alami hipomania serta stres mudah minimal saat 2 tahun. Paling akhir yakni masalah bipolar yg tak penuhi ketiganya, tetapi alami periode penambahan mood yg tidak lumrah serta relevan dengan cara klinis.

Pemulihan Berbasiskan Komune
Pergantian mood dengan cara mencolok yg di alami banyak penyandang bipolar serta timbulnya stigma di penduduk pada orang dengan masalah mental bisa jadi satu diantara yang memicu berlangsungnya bunuh diri. Untuk itu, penting buat penyandang bipolar untuk lakukan pemulihan, antara lainnya dengan pemulihan berbasiskan komune.

Agus Hasan Hidayat (37) , Wakil Ketua Komune Bipolar Care Indonesia, menuturkan sekarang beberapa orang merasa penyandang masalah jiwa mesti dirawat di rumah sakit. Walaupun sebenarnya, pendekatan yang bisa dilaksanakan dapat promotif, mengamankan, kuratif, serta rehabilitatif. Punya arti, masuk rumah sakit yakni langkah paling akhir yg dapat ditempuh.

“Nah, orang dengan bipolar, serta bila orang di pengamatan bipolar itu kan ia pergi ke psikolog atau pergi ke psikiater. Nah, kebanyakan rekan-rekan dengan bipolar ini tak punyai hubungan sosial yg baik, ” kata Agus.

Lihat juga : Mariah Carey Mengaku Dianya sendiri Menanggung derita Bipolar

Agus memberikan banyak penyandang bipolar yg menarik diri dari lingkungan sosial mereka, serta tidak dikit juga yg dijauhi oleh rekanannya, bahkan juga tidak diterima di keluarga. Buat ODB, keadaan sesuai ini bisa mengganggu proses pemulihan seorang. Oleh karenanya, ODB butuh komune untuk kembalikan manfaat sosial.

“Itu kembalikan manfaat sosial serta agar bisa berhubungan, agar ia tetap kembali sembuh. Itu sich memang. Tetapi setting-nya bukan berbentuk rumah sakit, setting-nya di penduduk, ” tutur Agus.

Dalam meningkatkan manfaat sosial banyak penyandang, Bipolar Care Indonesia tidak cuma memakai social media seperti Facebook atau WhatsApp, tetapi juga hubungan sosial di dunia fakta. Lewat komune itu, ODB dapat kumpul serta sama-sama share, tidak cuma terhadap sama-sama penyandang, tetapi juga terhadap beberapa orang yg miliki kepedulian pada kesehatan jiwa.

Komune Bipolar Care Indonesia tidak cuma beranggotakan banyak penyandang, tetapi juga mahasiswa psikologi, terapis kesenian, serta konselor. Walau demikian, mereka mengambil keputusan ketentuan buat anggota non-ODB, ialah tak bisa memberi stigma.

“Banyak kawan yg rasakan mereka tak merasakan sendiri, punyai kawan, gak dijudge, merasakan seperti diterima jadi manusia, serta mereka dapat berbagi tanpa ada di-judge, ” ujar Agus.

Kecuali jadi tempat share, komune pula bertindak untuk memberi edukasi buat banyak penyandang. “Misalnya anger management, bagaimana pergantian mood itu kita kontrol secara baik, lewat cara apa, bagaimana saat mereka tahap mania itu kita tak lakukan tabiat impulsif, ” jelas Agus.



Bahaya Stigma buat Penyandang Bipolar
Stigma dalam penduduk memang miliki efek buat penyandang bipolar, seperti analisa berjudul “Effects, Experiences, and Impact of Stigma on Patients with Bipolar Disorder” (PDF) yg dilaksanakan oleh Viktoria R. Mileva, bersama-sama dua rekanannya.



Dalam analisis ini, Mileva, dkk. menelaah 178 orang dengan bipolar yg diambil lewat program analisis rawat jalan dari Argentine Network for Bipolar Disorder di 11 klinik yg menyebar di Argentina, yg terdiri dalam lima rumah sakit jiwa umum serta enam klinik rawat jalan swasta. Pasien-pasien itu miliki tenggang umur 18 sampai 83 tahun.

Dari studi ini, didapati jika lebih dari 50 % responden miliki ketakutan dapat stigma penduduk. Buat mereka, stigma yg nampak dapat memengaruhi kwalitas hidup serta harga diri.

Reinardo Sinaga (32) , satu orang penyandang bipolar, mengaku jika support dari beberapa orang di kurang lebih penting buat hidupnya. Dalam kehidupan satu orang ODB, ada beragam kesibukan beresiko yang bisa mereka kerjakan tanpa ada sadar, seperti menyakiti diri kita (self harm) saat tahap stres atau pemanfaatan narkotika serta suka sex dalam tahap mania.

“Ketika satu orang ODB tak ada support keluarga, kawan, lingkungan, itu dapat jadi parah dua tahap itu, lantaran kita ODB itu senantiasa cari fakta untuk membetulkan apa yg ia kerjakan, walaupun sebenarnya ia lupa, ” tutur Reinardo.

Reinardo bercerita jika awalnya dia menutup-nutupi masalah yg dirasakannya. Tetapi, pada akhirnya dia terbuka terhadap keluarga. “Dan setelah itu keluargaku lihat sendiri saya self harm, pada akhirnya biarlah, ” katanya.

Awalannya, Reinardo berpikir jika masalah kejiwaan yakni satu aib, lebih dengan aktivitasnya yg acapkali jadi pembicara. Dia kuatir apabila persoalannya didapati publik, popularitasnya dapat luka.

Lihat juga : Perjalanan Dolores O'Riordan di Cranberries Sampai Masalah Bipolar

“Tapi sesudah mendapatkan support keluarga, saya mikir jika ‘Oke, dalam tubuhku, pikiranku, saya punyai sakit mental, tetapi istriku sendiri yg meyakinkanku, saya tak sakit’, ” papar Reinardo.

Buat Reinardo, support yg baik dari lingkungan sosial bisa perpanjang tahap normal dalam kehidupannya. Untuk itu,  dia lantas masuk dengan komune buat penyandang bipolar. Tetapi, sayangnya, Reinardo cuma ikuti komune di social media, karena di Pontianak, kota tempat ia tinggal, belumlah ada komune itu.

“Jadi saya ya merasakan sendiri, tujuannya sendiri. Yg punyai kecondongan sama seperti saya itu belumlah ada di sini [di Pontianak]. Saya pula bingung ingin cari mereka, lantaran kan data pasien dirahasiakan, ” tuturnya.

No comments:

Post a Comment

Yuk Intip Industri Coworking Space Cetak Pertumbuhan Tinggi

Industri ruangan kerja berbarengan (coworking ruang) adalah satu diantaranya bidang yang terus berkembang. Perkembangan ini searah dengan be...